RATU SIMA
Sejak dulu ternyata Kota Jepara telah menghasilkan 3 tokoh wanita yang sangat tangguh dan fenomenal yang tercatat dalam sejarah Indonesia, yaitu Ratu Shima, Ratu Kalinyamat serta RA Kartini. Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 sosok RA. Kartini dinyatakan sebagai pahlawan nasional.
Secara histioris Ratu Shima berasal dari kerajaan Kalingga (sekitar abad ke 6). Ratu Shima merupakan sosok pimpinan yang jujur adil dan tegas sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Sebagai penguasa tunggal di Kerajaan Kalingga, Ratu Shima dikenal memiliki peraturan yang tegas soal pencurian. Hukum potong tangan diterapkan bagi siapa saja yang mencuri barang milik orang lain. Hukum yang dibuat itupun berlaku untuk seluruh rakyat termasuk keluarga kerajaan. Sebuah bentuk persamaan hak di mata hukum. Salah satu perundangan yang benar-benar dipegang teguh adalah potong tangan terhadap para pencuri, meski yang melakukan hal itu anaknya sendiri sekali pun.
Ratu Shima adalah ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah sekitar tahun 567 M. Ia menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, dan mengajarkan rakyatnya senantiasa jujur. Dalam sejarah dikisahkam ada seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar tentang kejujuran rakyat Kalingga dan ratunya yang adil bijaksana dan tegas sehingga raja itupun berniat menguji kebenaran kabar tersebut.
Kenyataanya memang benar sejak kantong berisi emas tersebut diletakkan sampai waktu yang sangat lama tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, sehingga suatu hari tiga tahun kemudian, ada sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Akhirnya Sang Ratu menjatuhkan hukuman potong tangan kanan terhadap pangeran untuk dijadikan contoh kepada rakyatnya bahwa hukum itu harus adil, tegas dan tanpa pandang bulu.
Menurut Carita Parahyangan Cicit Ratu Shima adalah Sanjaya yang menjadi Raja Galuh, dan menurut Prasasti Canggal adalah pendiri Kerajaan Medang di Mataram. Berdasarkan Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara.
Nyidam
Nyidam merupakan hal yang lumrah bagi wanita hamil. Siapa saja tatkala hamil seringkali merasakan yang namanya Nyidam. Bahkan, seorang ratu pun bisa merasakan nyidam saat hamil. Nyidam selalu diidentikan dengan permintaan atau keinginan yang aneh-aneh. Sehingga, seringkali membutuhkan pengorbanan untuk memenuhi nyidam itu. Meski sulit dan butuh pengorbanan nyidam harus terpenuhi, jika nyidamnya tidak terpenuhi, mitos yang beredar luas di masyarakat, konon kelak ketika si jabang bayi lahir akan selalu ngiler (mengeluarkan air liur).
Sebagai wanita, Ratu Shima kala tengah mengandung tujuh bulan pun mengalami rasa nyidam. Meskipun seorang ratu, Ratu Shima kala itu nyidam buah kecapi. Buah yang rame rasanya, manis-asam-segar. Sang Ratu Shima ingin mencari dan memetik sendiri buah yang diingini itu. Ratu Shima tak ingin mengutus punggawanya mencarikan buah tersebut. Pasalnya, Ratu Shima khawatir jika mengutus punggawanya, begitu kembali ke hadapannya buah yang diingini sudag tidak segar lagi.
Dari Keling rombongan berjalan kaki menuju ke arah barat. Setengah hari berjalan Ratu Shima belum juga menemukan buah yang diidamkan itu. Beberapa desa pun sudah dilewati, tapi hasil pencariannya itu masih nihil. Saat tiba di suatu wilayah yang banyak ditumbuhi pohon rembulung, Ratu Shima beserta pengikutnya beristirahat. Kini tempat yang dijadikan peristirahatan tersebut diberi nama Desa Bulungan. Setelah rasa lelah hilang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke arah selatan. Baru berjalan beberapa waktu, para punggawa Ratu Shima berteriak, "kecapi... kecapi....kecapi," berulang ulang. Ya, ternyata mereka telah menemukan sejumlah pohon kecapai yang tengah berbuah lebat. Tanpa ragu lagi, Ratu Shima segera rutun dari tandunya. Bergegas memetik buah kecapi yang diidamkan itu. Oleh sebab itulah, wilayah di sebelah selatan Desa Bulungan itu kini dinamakan Desa Kecapi
B. KERAJAAN KALINGGA
Banyak beragam pendapat mengenai keberadaan Kerajaan Kalingga, namun yang jelas bahwa kebanyakan fakfa sejarah menunjukkan lebih dari 75% menyatakan kalau Ratu Shima saat memimpin kerajaanya berada di Kerajaan Kalingga yang terpusat di Ho-ling (Keling), Keling adalah termasuk wilayah Kabupaten Jepara sekarang, yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa.
Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita dan catatan yang berasal dari zaman Dinasti Tang Cina, dalam Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan gambaran tentang kerajaan Ho-ling sebagai berikut :
Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar ber tingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.
Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Apa yang telah diceritakan tersebut jika dihubungkan dengan situasi dan kondisi Ho-ling (Keling) yang terletak di wilayah Jepara sekarang ini dengan ciri-ciri tersebut maka semakin kuat dugaan kita bahwa memang Daerah Keling itulah dulunya tempat Kerajaan Kalingga berada saat dipinpin oleh Ratu Shima yang terkenal jujur, adil dan tegas tersebut. Adapun mengenai situasi dan kondisi keling tersebut sekarang ini sudah ada perubahaan adalah sangat wajar mengingat sejarah Ratu Shima sudah berlalu sekitar 1.464 tahun yang lalu di tahun 2013 ini.
Ada beberapa hal penting yang bertautan positif antara Kerajaan Kalingga yang bercorakkan Hindu Siwais dengan dunia peradaban islam , yaitu dalam sejarah Islam pada tahun 30 Hijriyah atau 651 M Khalifah Ustman bin Affan pernah mengirimkan utusanya ke Daratan Cina dengan misi mengenalkan islam, waktu itu hanya berselang 20 tahun dari wafanya Rasulullah SAW dan utusan tersebut sebelum sampai tujuan bersinggah dulu di Nusantara.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan ( 644-657 M) juga pernah mengutus delegasinya bernama Muawiyah bin Abu Sufyan pernah mengirimkan utusanya ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam, kemudian kalangan bangsawan Jawa yang memeluk islam adalah Rakeyan Sancang seorang Pangeran dari Tarumanegara, Rakeyan Sancang hidup pada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (656-661) .
Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M). Kemudian yang tercatat dalam sejarah raja Sriwijaya yang masuk islam adalah Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton meletus dimana banyak imigran muslim Cina masuk ke wilayah Sriwijaya yang terjadi pada Islam masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
Begitu juga antara Kalingga dengan dengan Cina sudah terjadi kontak perdagangan dan pengiriman rohaniawan yang diceritakan pada Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana.
Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Cina. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama seorang bernama Hwi-ning datang ke Ho-ling dan tinggal di tempat itu selama tiga tahun (664-667). Dengan bantuan seorang pendeta Ho-ling yang bernama Yoh-na-po-t’o-lo (kemungkinnan besar pelafalan Cina untuk Jnanabhadra) ia menerjemahkan kitab suci Buddha Hinayana.
Nama Jnanabhadra sendiri berasal dari sebuah prasasti bertarikh 650 Masehi yang ditulis dengan huruf Pallawa berbahasa Sansekerta, ditemukan di Tuk Mas di Desa Dakawu (kini termasuk Grabag, Magelang) di lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah.
Isi prasasti adalah pujian kepada mata air yang keluar dari gunung yang menjadikan sebuah sungai bagaikan Sungai Gangga. Di atas tulisan prasasti tersebut dipahatkan gambar leksana dan alat-alat upacara berupa cakra, sangkha, trisula, kundi, kapak, gunting, dolmas, stap, dan empat bunga fatma. Benda-benda ini jelas merupakan sembahan penganut Siwa. Berikut terjelamahan prasasti tersebut:
“ Mata air yang airnya jernih dan dingin ini ada yang keluar dari batu atau pasir ke tempat yang banyak bunga tanjung putih, serta mengalir ke sana-sini. Sesudah menjadi suatu kemungkinan mengalir seperti sungai Gangga.”.
Peninggalan
Sebenarnya jika mau melakukan penelusuran prasasti dan peninggalan Kerajaan Kalingga adalah sangat banyak sekali, hal ini mengingat daerah kekuasaan Kerajaan Kalingga sangat luas bahkan sampai ke luar Jawa namun pusat pemerintahanya tetap di Ho-ling tersebut sehingga kadang adanya penemuan-penemuan prasasti atau lainya di luar area Ho-ling dianggap disitulah tempat Ratu Shima dulu pernah berada.
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Candi Angin,Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Candi Bubrah Jepara,Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah tepatnya di Ho-ling (Keling) pada jaman dahulu pernah ada dan berkembang Kerajaan Kalingga yang dipimpin seorang wanita perkasa, jujur, adil dan tegas sehingga sering dijuluki Sang Ratu Kejujuran dan Keadilan.
C. SEGI TIGA EMAS SEJARAH NUSANTARA
Bila dilihat dari sejarah keberadaan Kerajaan Kalingga, pada pemerintahan Ratu Shima telah terjadi kontak perdagangan dan keagamaan antara Kerajaan Kalingga dengan dengan para peadagang Gujarat yang sebagian besar dari para pedagang Arab dan Persia, kemudian hubungan Kalingga dengan Cina yang juga telah terurai dalam cerita Dinasti Tang dan cerita I-Tsing.
Terjadinya kontak dagang dan keagamaan ini adalah wajar mengingat kerajaan Kalingga adalah kerajaan yang besar yang terletak di daerah Pantai Utara Jepara sehingga Ratu Shima dalam memimpin pemerintahan pada saat itu sudah bisa menyerap berbagai informasi dari dunia luar baik dari Tanah Arab dan Persia (Iran) maupun dari Daratan Cina bahkan Ratu Shima sudah mengetahui agama tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW, hal ini karena hanya ada sedikit selisih tahun sejak kelahiran Nabi, Nabi Muhammad SAW lahir 20 April 571 jika ditambah umurnya yang hanya 63 tahun lebih 3 hari maka 571+63 = 632 M ( Nabi Muhammad SAW wafat 8 Juni 632 M) , sedangkan Ratu Shima sudah ada mulai tahun 567 M, tidak menutup kemungkinan Ratu Shima pernah hidup sejaman dengan Nabi Muhammad SAW.
Dengan adanya kontak perdagangan ini kemudian diikuti adanya kontak keagamaan, para pedagang Gujarat ( Arab dan Persia ) yang membawa misi dakwah islam dari ajaran Nabi Muhammad SAW yang berkembang di Mekkah dan Madinah akhirnya menjalar ke Asia tenggara diantaranya ke Cina dan Nusantara.
Delegasi Khalifah Ustman bin Affan pada tahun 651 M misalnya, sebelum sempat sampai ke daratan China ternyata sudah singgah terlebih dahulu di Nusantara tentu saja tidak hanya singgah sebentar kemudian langsung ke Cina melainkan telah terjadi kontak komunikasi keagamaan dan pernikahan dengan penduduk setempat sehingga secara tidak langsung masyarakat setempat mulai mengenal islam, kemudian tahun 674 M Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di panta barat Sumatra, kemudian setelah terjadi penetrasi budaya islam dengan peduduk setempat lambat laun terjadi komunitas islam dengan membentuk kerajaan Islam dengan sebutan Kesultanan Perlak, Kerajaan Perlak merupakan kerajaan islam pertama Nusantara yang berkuasa pada tahun 840-1292 M disekitar wilayah Peureulak (Perlak) (Aceh Timur), Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Adapun Kerajaan Perlak didirikan pada 1 Muharram 225 H/840 M oleh Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Shah, sedangkan perkembangan di Jawa pada saat itu sudah ada dan berkembang Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu yang sebelumnya juga sudah ada Kerajaan Kalingga, Kerajaan Kalingga dianggap Kerajaan Pertama yang pernah ada di Pulau Jawa, Kemudian di tanah Sumatra juga berkembang Kerajaan Budha Sriwijaya yang sempat menyerang ke Kerajaan Perlak pada tahun 988 M. Kemudian di Jawa disusul lagi munculnya kerajaan yang sangat kuat yaitu Kerajaan Majapahit (1293-1478 M) dan setelah Majapahit hancur digantikan Kerajaan Islam Demak Bintoro oleh Sultan Fattah tahun 1478 yang masih keturunan Raja Majapahit Brawijaya V
Tampaknya peradaban islam yang berkembang pada saat itu tidak bisa terelakkan lagi dan sangat mempengaruhi sejarah peradaban islam nusantara ke depan meski sebelumnya di Nusantara sudah ada agama Hindu yang lahir di Negeri India Sekitar Tahun 1500 SM, yang emiliki Kitab Suci yang bernama Weda dan mempunyai Kepercayaan Terhadap Tiga Dewa Yang Disebut Tri Murti , kemudian disusul ada Agama Hindu Agama juga lahir di India sekitar tahun 500 SM, agama Ini Juga Memiliki Kitab Suci yang disebut Tripitaka,Yang berarti Himpunan Tiga Kitab Suci agama Budha. Diantara inti ajaran Budha adalah pertama, bahwa hidup itu harus menjalani samsara ( penindasan kepada diri sendiri) melalui astawidya ( tujuh jalan untuk mencapai kebenaran). Kedua, bahwa hidup itu harus memahami tentang Pratistyamut pada ( dua belas rantai sebab akibat hidup)
Sedangkan Agama Islam hadir di Nusantara dengan membawa misi islam yang pertama adalah memperkuat aqidah manusia menuju agama tauhid yang hanya meyakini adanya Allah SWT dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT sekaligus Nabi akhiruzzan, islam juga meyakini adanya alam ghaib dan adanya hari akhir ( hari kiamat ) semuanya itu terangkum dalam Rukun Iman, jadi rukun iman lebih menitikberatkan pada keyakinan individu terhadap adanya Allah SWT yang terpancar dari isi rukun Iman yaitu percaya adanya Allah,kitab-kitabNya, Nabi-nabiNya,Para Malaikatnya,Qadlo-qodarNya dan hari kiamat. Kedua adalah Rukun Islam yaitu sebuah standar umat islam dalam beribadah kepada Allah SWT yang berupa syariat islam yang bersifat dhohiriyah , rukun islam lebih menitikberatkan pada nilai-nilai tata cara beribadah kepada Allah SWT (seperti shalat) yang disinergikan dengan masalah-masalah kepekaan sosial (contohnya zakat dan puasa) serta mengambil hikmah dalam meneladani para Nabi-nabi Allah yang terekam dalam perjalanan ibadah haji.
Inti ajaran islam yang ketiga adalah Ikhsan yaitu ajaran islam yang menganjurkan untuk berbuat baik kepada Allah SWT dan ciptaanya. Ikhsan ini lebih menitikberatkan adanya kolaborasi antara rukun iman dan rukun islam yang divisualisasikan (yang diwujudkan) dalam sebuah tingkah laku yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ikhsan akan menunjukkan pada kualitas seorang muslim sejati karena mereka telah dianggap dapat mensinergikan ketiga inti pokok ajaran islam yaitu : rukun iman, rukun islam dan ikhsan dalam kehidupanya sehari-hari baik dilingkungan kerja maupun lingkungan sosial
Waktu Pemerintahan Utsman (Arab) yang mengirim utusanya dari Arab ke Cina dan Jawa kemudian pengaruh dari Cina ke Jawa secara tidak langsung telah membentuk segi tiga emas sejarah islam nusantara yang diawali dengan kunjunganya ke Kalingga, kemudian dalam perkembangan islam di Jawa semakin berkembang pesat pada era Walisongo di Jawa. Pada abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di Cina juga telah mengirimkan seorang putrinya yang sudah beragama Islam kepada Raja Brawijaya V untuk dinikahinya sebagai pertanda persahabatn meskipun pada saat itu Raja Brawijaya V sudah punya permaisuri dari Champa (Kamboja).
Hasil pernikahanya dengan putri Cina akhirnya melahirkan Sultan Fattah sebagai Sultan Kerajaan Islam Demak Bintoro, Perjuangan Raden Fattah diteruskan putranya Pati Unus ( Pangeran Sabrang Lor), kemudian dilanjutkan Sultan Trenggono, adapun Sultan Trenggono merupakan ayahanda Ratu Kalinyamat yang diperistri Sunan Hadlirin Mantingan (Adhipati Jepara) yang sangat gigih dalam memimpin pemerintahanya (setelah wafatnya Sunan Hadlirin) Ratu Kalinyamat yang sangat cantik juga sangat pemberani dalam melawan penjajahan Portugis pada saat itu sehingga dengan kegigihanya tersebut orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai “RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.
Ratu Kalinyamat akhirnya dinobatkan sebagai penguasa Jepara yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 kemudian tanggal penobatanya tersebut diabadikan sebagai Hari Jadi Jepara ( yang sekarang ini sudah ke 646), Hari Jadi Jepara dikasih “pembatas sejarah” dengan slogan TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.
Semangat Membangun Jepara Baru
Kondisi masyarakat Jepara saat ini mengalami masa suram, lesu dan lengang dalam perekonomian maupun pembangunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, sikap individualis,berapologis dan rasa egois pribadi dan lebih mementingkan kelompoknya masing-masing sangat menonjol dalam mewarnai tata pemerintahan, semangat generasi muda dalam membangun Jepara tanpaknya hanya bisa dihitung jari, kepekaan pemuka agama terhadap nilai-nilai sosial-perekonomian ummat secara nyata masih rendah bahkan ada kecendrungan lebih mementingkan kearah polotik praktis, politikus partai lebih mementingkan untuk mengamankan posisinya dengan mengabaikan jeritan suara rakyat atau konstituenya yang pernah menjadi mesin politiknya, dan ketika para generasi muda yang seharusnya menjadi aset masa depan terlantar akhlaknya terkikis oleh kemajuan tekhnologi modern sehingga tempat ibadah bagi anak muda seakan sekedar tempat “Nongkrong”, kepekaan dan kepedulian terhadap sejarah dan semangat perjuangan para leluhur kita yang seharusnya bisa diaplikasikan semangatnya dalam tata pemerintahan juga seakan hanya tinggal kenangan.
Maka disinilah diperlukan “reformasi semangat baru” dengan memaksimalkan semua saluran pemikiran positif dan langkah progresif,kreatif dan inovatif untuk mendobrak kebuntuhan jaman yang serba membingungkan dengan bersama-sama bergandengan tangan dan merapatkan barisan membangun Jepara.
Dalam lintasan sejarah Jepara hal tersebut kita bisa belajar dan mengaplikasikan dalam kehidupan nyata nila-nilai positif apa yang pernah dilakukan oleh Ratu Shima dalam membangun pemerintahan Kalingga dengan penerapan hukum yang adil, jujur dan tegas tanpa pandang bulu sebagai ciri khas karakter pemerintahanya, kegagahan dan semangat heroik Ratu Kalinyamat dalam menata pemerintahan terutama kegigihanya dalam mengusir kolonial Portugis dan semangat Putri RA Kartini dalam mendobrak semangat kaum wanita untuk maju dan pintar sehingga namanya harum dan semerbak mewangi sampai ke daratan Eropa melalui surat-suratnya yang menggugah dan mengispirasi para pemuda Eropa, maka semuanya ini merupakan teladan yang bisa kita jadikan contoh bersama sekaligus sebagai pondasi dasar sebuah semangat baru anak-anak muda Jepara dalam membangun dan menuju Jepara Baru.
Jepara Baru adalah sebuah cita-cita luhur terwujudnya tatanan baru pemerintahan Jepara yang lebih baik, kondusif, progressif , saling menghormati , menjaga kerukunan antar umat beragama dan golongan serta berusaha memaksimalkan SDM dan SDA yang ada dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran, kejayaan dan kesejahteraan masyarakat Jepara yang dilandasi kejujuran dan keadilan yang bermanfaat untuk kepentingan Masyarakat Jepara dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang, baik yang bersifat nasional maupun internasiona
Dengan demikian yang dimaksudkan Jepara Baru bukanlah suatu usaha untuk menggantikan pemerintahan yang sudah ada dengan pemerintahan yang baru, melainkan sebuah tawaran solusi tentang suatu usaha untuk membangkitkan semangat baru dalam membangun Jepara kedepan sekaligus memanfaatkan momentum hari jadi Jepara yang ke 464 M dengan menggunakan berbagai saluran kegiatan yang sama-sama mempunyai satu tujuan yaitu membangun Jepara yang lebih baik dan kondusif.
Oleh karenanya sudah sangat tepat jika mengambil setting sejarah yang diawali dengan semangat kebangkitan Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan RA. Kartini untuk dijadikan tauladan positif yang diaktualisasikan dalam mendorong semangat masyarakat Jepara yang tidak hanya dibaca dan didengarkan melainkan harus dilaksanakan secara nyata dalam sendi-sendi kehidupan tata pemerintahan Jepara yang diawali oleh aparatur negara.
Keberadaan masyarakat Jepara dan dari masa kemasa adalah cerminan dari sosok pemimpinya yang berkuasa, jika pemimpinya jujur, kuat, tangguh,cerdas,kreatif, responsif dan inovatif serta amanah, adil dan tegas maka secara otomatis akan disegani dan dicintai oleh rakyatnya. Kejayaan, kejujuran dan keadilan Ratu Shima adalah salah satu bukti nyata dalam membangun kejayaan dan kemakmuran Kerajaan Kalingga yang berpusat di Ho-ling (Keling) Jepara.
Pandangan Jepara Baru adalah salah satu alternatif dalam mengubah paradigma baru untuk menggugah dan mengajak pemerintah dan masyarakat Jepara untuk bangkit dengan semangat baru, bergandeng tangan melepaskan ikatan individualis, egoisme pribadi/kelompok, apologis atau suka berkilah untuk menutupi kesalahan pribadi atau kelompoknya,menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kenyataan pluralis yang diberikan Tuhan pada kita sebagai ummat manusia di dunia serta mengajak pemuka agama untuk kembali pada khittahnya sebagai payung ummatnya.
Semangat Jepara Baru mempunyai ciri khas yang progresif, responsif, kreatif dan inovatif yang dilandasi nilai-nilai religius dan mengaplikasikan semangat kepahlawanan Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan RA. Kartini dalam sendi-sendi kehidupan tata pemerintahan dan tatanan sosial secara nyata.
Ketiga Pahlawan kita Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan RA Kartini sekarang ini seakan merasa risih dengan kondisi Jepara saat ini ketika melihat prilaku sebagian aparatur negara yang tidak jujur dan melupakan sumpah jabatan, merintih sedih ketika hukum tidak ditegakkan dengan adil, menjerit pilu ketika melihat rakyat Jepara ada sebagian yang miskin tidak kuat makan, tidak bisa membiayai kebutuhan keluarganya sehari-hari, gundah gulana ketika melihat pembangunan infra-struktur terutama kondisi jalan yang rusak yang hanya ditambal-tambal terus, merasa iba terhadap putra-putrinya yang kesulitan mencari pekerjaan di kotanya sendiri.
Oleh karena itu di tahun 2013 ini seakan mereka ingin hadir dan bangkit kembali ditengah-tengah kehidupan kita sebagai masyarakat Jepara untuk selalu menemani dan menunggui disisi kita dalam bekerja agar selalu ingat kejujuran dan sumpah jabatan , memeluk dan membelai tubuh kita disaat hukum telah melukai rakyatnya, menyuapi diri kita dengan semangat bekerja agar kemiskinan tidak menghantui rakyatnya, menyadarkan para pengambil kebijakan agar lebih mementingkan kepentingan negara dan rakyatnya dengan semangat Jepara Baru.
Refleksi penerapan hukum potong
pada pemerintahan Ratu Shima
Pada prinsipnya Ratu Shima tidak menerapkan hukuman mati/penggal leher pada rakyatnya, melainkan sebatas melakukan penerapan hukuman potong anggota badan bagi mereka yang benar-benar melakukan tindak kejahatan sebagai efek jera bagi siapa saja yang melakukan tindak kejahatan tanpa pandang bulu walaupun anaknya sendiri sekalipun, hal itu dibuktikan sendiri maklumatnya dengan menjatuhkan hukuman potong tangan kanan terhadap anaknya sendiri yang telah melakukan kesalahan, disamping itu penerapan hukuman potong tersebut secara tidak langsung telah mendidik rakyat dan para pegawai kerajaan untuk senantiasa bersikap jujur dan adil pada diri sendiri, keluarga dan negaranya.
Kondisi penerapan hukum yang adil, tegas dan tidak pandang bulu berimplikasi terhadap turunya tindak kejahatan di wilayah Kerajaan Kalingga yang mendorong terwujudnya pola tatanan pemerintahan yang stabil, kondusif, aman, nyaman dan sejahtera.
Angka kemiskinan berangsur-angsur turun drastis pada ambang zero, karena mayarakatnya bisa berkonsentrasi untuk bekerja, tidak kuatir lagi adanya perampokan, tidak ada lagi penindasan kalangan pengusaha terhadap konsumenya, masyarakat saling hidup berdampingan dengan baik miskipun berbeda ideologi sekalipun, yang miskin menghormati yang kaya dan yang kaya menyantuni yang miskin, sungguh suatu pemandangan tatanan sosial dan pemerintahan yang sangat menakjubkan dan menyejukkan hati.
Kebijakan yang dilakukan Ratu Shima dalam pemerintahan yang begitu adil dan tegas membuat berdecak kagum bagi rakyatnya sendiri dan para pedagang dalam negeri maupun manca negara apalagi ditopang dengan keberadaan wilayahnya yang sangat strategis di Pantai Utara Jawa sehingga lalu lalang perdagangan dapat berjalan dengan lancar, kondisi dalam negeri yang stabil dan kondusif serta keuntungan yang berlimpah dari hasil alam dan perdagangan internasional membuat Kerajaan Kalingga terkenal kaya raya baik yang berupa berlian, emas, perak dan sebagainya. Konon harta peninggalan Ratu Shima sampai sekarang masih tersimpan rapi tak tersentuh manusia sampai pada suatu saat akan berguna untuk kejayaan dan kemakmuran rakyatnya ketika kejujuran dan keadilan benar-benar telah ditegakkan oleh para penguasa terutama aparat penegak hukum.
Dalam merefleksikan penerapan hukum potong oleh Ratu Shima di Kerajaan Kalingga tempo dulu, maka para penguasa dan aparat penegak hukum sekarang ini sangat ditantang nyalinya untuk bersikap jujur, adil dan tegas serta tidak hanya sekedar berteori hukum saja melainkan harus berani untuk tampil digarda paling depan tanpa kompromi dan tanpa pandang bulu, berani terjun langsung menghunus pedang keadilan dan ketegasan Ratu Shima untuk memotong mata rantai markus negatif, persengkokolan hukum internal/eksternal yang berfihak finansial dan budaya tawar menawar hukum yang membuat masyarakat terluka oleh hukum. Bukankah setiap pemimpin kelak akan dimintai pertanggunjawabanya baik di dunia maupaun akhirat meskipun hanya seberat biji zarro sekalipun?.