(Bapak Pramuka Indonesia)
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dilahirkan dengan nama Gusti Raden Mas
Dorodjatun pada 12 April 1912, dan wafat pada 2 Oktober 1988 saat berusia 76
tahun. Beliau tercatat sebagai Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan
Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama
setelah kemerdekaan Indonesia. Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil
Presiden Indonesia periode 1973-1978.
Sultan Hemengku Buwono IX menempuh pendidikan
awal di Yogyakarta di Frobel
School (Taman Kanak-kanak), Earste Europe Legere School Lalu
ke Europese
Legere School. Setelah itu melanjutkan pendidikan menengah
atas di Hogere
Burgerschool di Semarang dan Bandung. Belum sempat lulus dari
Bandung Sultan Hemengku Buwono IX pergi ke Belanda karena dikirim oleh sang ayah
dan beralih pendidikan ke Universitas Leiden dan mengambil jurusan Ilmu Hukum
Tata Negara.
Di luar itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga amat dekat
dengan gerakan kepanduan atau yang sekarang di Indonesia dikenal dengan nama
Gerakan Pramuka. Sultan Hemengku Buwono IX memiliki peran besar yang dimana
beliau adalah Wakil Ketua Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas) Pramuka yang
dipimpin oleh Presiden Sukarno. Sultan Hemengku Buwono IX juga terpilih menjadi
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Pertama sejak tahun 1961 dan terpilih
kembali sampai empat periode berturut-turut. Mulai dari masa bakti pertama
1960-1963, kemudian 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.
Bahkan Presiden Soekarno pernah menjulukinya
sebagai Pandu Agung sehingga ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Majelis Pimpinan
Nasional (Mapinas) bersama Brigjen TNI Dr. A. Aziz Saleh dan yang menjabat
sebagai ketua Mapinas pada masa itu adalah Presiden Soekarno
Kata “Pramuka” sendiri diusulkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Kata itu berasal dari kata “Poromuko”,yang artinya pasukan di Keraton
Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda, yang berdiri paling depan saat
berperang atau lebih singkatnya Pasukan Terdepan Dalam Perang. Namun, Istilah
Pramuka sendiri kemudian di rubah menjadi Praja Muda Karana yang berarti Jiwa Muda Yang Suka
Berkarya.
Sri Sultan Hameng Buwono IX juga yang menerima Panji Gerakan Pramuka dari tangan
Presiden Soekarno di halaman Istana Negara pada 14 Agustus 1961, tanggal yang kemudian
dijadikan peringatan Hari Pramuka setiap tahunnya. Penyerahan panji itu
menandai era baru gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia, yang tadinya
terdiri dari puluhan organisasi kepanduan menjadi satu, semuanya dilebur di
dalam Gerakan Pramuka.
Beliau
dikenal pula juga merupakan pelopor pembaharuan pendidikan kepramukaan
yaitu dengan mengemukakan pentingnya Gerakan Pramuka terlibat dalam pembangunan
masyarakat. Cuplikan Pandangan Beliau tentang hal ini adalah :
"... Ikut sertanya pramuka-pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa adalah syarat mutlak demi kelanjutan hidup kepramukaan sebagai organisasi dunia. Kita tetap dapat taat pada dasar prinsip-prinsip moral kepramukaan, tetapi kita harus memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda kita dan dengan kebutuhan masyarakat kita ...."
(Kutipan prasaran Sri Sultan Hameng Buwono IX pada World Scout Conference yang ke 23 di Tokyo)
Pada tahun 1973, beliau juga tercatat sebagai penerima penghargaan tertinggi
gerakan kepanduan di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX adalah penerima pertama Lencana Tunas Kencana, penghargaan
tertinggi Gerakan Pramuka untuk orang dewasa. Sedangkan di tingkat
internasional, beliau juga telah menerima Bronze Wolf Award, penghargaan
tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement, organisasi gerakan kepanduan sedunia. Hingga akhirnya
nama Pramuka Indonesia sudah terkenal hingga ke kanca Internasional berkat
sumbangsih Sultan Hemengku Buwono IX.
Atas jasa-jasanya kepada Gerakan Pramuka, maka dalam Musyawarah Nasional 1988
di Dili, Timor Timur (sekarang Timor Leste), Sri Sultan Hamengku Buwono IX
ditetapkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia melalui Keputusan bernomor
10/Munas/1988.
Sumber :